KABUPATEN BOGOR – Prahara lahan seluas 40 hektar di Desa Cijeruk, Kabupaten Bogor, semakin memanas. Melalui kuasa hukumnya, para penggarap yang mengajukan gugatan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor.
Mereka mendesak agar lahan tersebut segera ditetapkan sebagai tanah terlantar, mengacu pada Undang-Undang yang meminta pengelolaan lahan.
“Selama lebih dari 20 tahun tidak diusahakan, dirawat, dan dikelola, namun sampai dengan saat ini BPN Kabupaten Bogor tidak bersuara sama sekali,” kata Tim Kuasa Hukum Penggarap lahan dari Kantor Hukum Sembilan Bintang, Rd Anggi Triana Ismail kepada awak media, Selasa (20/2)
Selain itu, menurut Anggi menyampaikan keprihatinan atas nasib para penggarap yang hingga kini diabaikan oleh pemerintahan.
“Pasca gugatan yang saat ini kami ajukan di Pengadilan Negeri Cibinong, kamipun hendak meraih dukungan kepada pemangku kebijakan pusat, mulai dari Presiden maupun DPR RI, agar menekan pihak aparatur pemerintahan daerah untuk hadir didalam konflik ini, jangan nonton atau pura-pura tidur.!!, ” tegas anggi.
Dalam kesempatan ini pun, pihaknya melibatkan pakar hukum nasional, Dr. Yenti Garnasih, S.H., M.H., untuk dapat memberikan pandangan hukumnya terhadap kasus Cijeruk.
“Kami banyak ngobrol perihal konflik lahan cijeruk. Sejatinya beliau mendukung gerakan dan upaya hukum yang saat ini kami lakukan untuk memperjuangkan hak dan kepentingan hukum penggarap,” ungkap Anggi.
Dalam obrolan tersebut, lanjut Anggi, pihaknya juga menyoroti sikap diam Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor serta mengingatkan BPN Kabupaten Bogor, jika terbukti melanggar hukum, dapat dikenai sanksi baik administrasi maupun perdata.
“Jika ada anggaran yang telah dikucurkan oleh negara kepada kantor pertanahan Kab Bogor agar dapat terlaksananya segala kegiatan & kerja-kerja lapangan, namun tidak diserap sebagaimana mestinya maka indikasi korupsi harus dialamatkan terhadap lembaga atau instansi tersebut,” tandas Anggi. (DR)
