JAKARTA – Kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai perguruan tinggi di Indonesia memicu kekhawatiran tentang keberpihakan negara terhadap dunia pendidikan, dimana Konstitusi Indonesia dengan tegas mengamanatkan bahwa negara harus mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun, kenaikan UKT yang mencapai tiga hingga empat kali lipat dinilai justru menghalangi akses pendidikan tinggi bagi masyarakat kurang mampu.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 20 Mei 2024, menyatakan bahwa kenaikan UKT yang drastis ini akan menyebabkan hanya anak-anak dari keluarga kaya yang bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
“Kenaikan uang kuliah melonjak cukup tinggi bahkan ada yang sampai tiga dan empat kali lipat lebih mahal dari sebelumnya. Sehingga sudah bisa dipastikan hanya anak-anak orang kaya dan berduit saja yang akan bisa masuk perguruan tinggi,” ujar Buya Anwar.
Buya Anwar menekankan pentingnya peran negara dalam mendorong kemajuan dengan memberi kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat untuk menempuh pendidikan, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 yang mengalokasikan 20 persen APBN untuk pendidikan.
“Generasi muda harus bisa kuliah di perguruan tinggi, tidak hanya untuk tingkat S1, tapi juga S2 dan S3,” tambahnya.
Sehubungan dengan itu, Buya Anwar meminta DPR RI dan pemerintah segera mengatasi masalah kenaikan UKT yang membebani mahasiswa dan orang tua.
“Diharapkan kepada pemerintah dan DPR agar bisa mengatasi masalah ini secepatnya dan dengan sebaik-baiknya. Karena kalau tidak, maka berarti pemerintah dan DPR telah membuat kebijakan yang bersifat diskriminatif terhadap rakyatnya sendiri,” tegas Ketua PP Muhammadiyah ini. (*/DR)
