JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan keberatannya terhadap rencana pemerintah untuk memberikan bantuan sosial (bansos) kepada korban judi online.
Menurut MUI, rencana tersebut tidak tepat dan memerlukan kajian lebih mendalam.
Usulan ini sebelumnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, yang menyarankan agar korban judi daring dimasukkan sebagai penerima bansos.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH Asrorun Ni’am Sholeh, menegaskan perlunya mekanisme pencegahan agar dunia digital tidak tercemar oleh tindakan kriminal dan aktivitas yang bertentangan dengan agama serta etika, seperti judi online.
“Baik judi konvensional maupun online, keduanya dilarang. Pelakunya melanggar hukum dan tidak bisa dikenai pendekatan restoratif terhadap tindak pidana perjudian,” ujar Prof. Ni’am pada Jumat (14/6) di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat.
Prof. Ni’am menjelaskan bahwa situasi ini berbeda dengan tindak pidana narkoba, di mana seseorang bisa menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika. Namun, dalam kasus judi, pelaku secara sadar melakukan tindak pidana.
“Saat seseorang berjudi online, itu adalah tindakan melanggar hukum. Berbeda dengan pinjaman online, di mana seseorang seringkali tertipu dan menjadi korban. Kita harus bisa membedakan mana yang benar-benar korban dan mana yang pelaku yang memanfaatkan platform digital,” tegasnya.
Meskipun demikian, MUI tetap memberikan apresiasi terhadap langkah dan keseriusan pemerintah dalam memberantas tindak perjudian di Indonesia. MUI mendukung penuh upaya pemerintah yang dilakukan secara serius, terukur, dan holistik tanpa pandang bulu.
“Terdapat juga platform digital yang bergerak dalam perjudian online namun dikemas sebagai permainan dan sejenisnya. MUI memberikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap upaya pemerintah, terutama melalui satgas judi online,” tambah Prof. Ni’am.
Prof. Ni’am juga menjelaskan alasan penolakan MUI terhadap pemberian bansos kepada korban judi online. Menurutnya, bansos dari pemerintah berpotensi digunakan untuk kegiatan melanggar hukum seperti berjudi kembali. (*/DR)
